Pandemi dan Maraknya Aksi Berbagi

BICARA dampak negatif akibat pandemi Covid-19, memang tak ada habisnya. Setiap saat, perkembangannya selalu mengerikan. Mulai dari keterpurukan ekonomi global, krisis kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, hingga narasi negatif yang terbangun sosial media. Implikasi negatif itu semakin dalam, dan hingga saat ini belum mampu dibendung. 

Mari lihat perkembangan kasus di Pulau Bali. Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Bali, kasus-kasus positif baru dan pasien positif yang meninggal dunia terus bermunculan. Pada Jumat (18/9), kasus positif bertambah 51, pasien sembuh bertambah 94. Pada hari yang sama, pasien positif Covid-19 meningal bertambah 5.
Miris memang. Pemerintah, terus melakukan evaluasi terhadap penanganan pandemi ini. Bisa jadi dinilai belum optimal, namun, substansi yang lebih penting adalah bagaiamana mengatasi pandemi secara bersama semua pihak. Apabila melihat secara berimbang, sejatinya semua pihak telah berperan aktif dalam penanganan pandemi Covid-19.

Pemerintah, jelas dengan memetakan penanganan dengan menerbitkan berbagai regulasi yang menjadi pijakan bergeraknya jajaran di bawah. Begitu pula masyarakat, yang terus meningkatkan kesadaran untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan. Itu ditandai dengan kerjasama dalam mendukung program pemerintah untuk menangani pandemi. 
Tak sedikit pula masyarakat yang spontan beretikad berbagi antar sesama. Ya, pandemi telah membuka kesempatan untuk berbagi antar sesama manusia. Selama pandemi, aksi berbagi marak mengemuka. Untuk skala besar, seperti instansi, perusahaan, berbagi kepada masyarakat memang hal wajib, dengan menyalurkan dana sosial perusahaan.

Tapi, tak sedikit, perorangan tergugah untuk berbagi pada saat pandemi ini. Iwan Pranajaya misalnya. Pria pemerhati situs dan ritus kuno ini berbagi dengan menyebar olahan ikan bandeng kepada kaum proletar. Seperti buruh, pemulung, pedagang kaki lima dan penerima Pemutusan Hubungan Kerja. Giat itu berlangsung di kawasan Ubung, Denpasar Utara. 
Tepatnya di kawasan rumah tinggalnya. "Tidak ada alasan khusus. Niatnya hanya berbagi. Kebetulan, saya punya usaha kuliner olahan ikan bandeng. Saya ingin mereka tetap sehat dengan mengonsumsi daging ikan bandeng," ungkapnya, di sela pembagian ikan bandeng. Secara suka rela dia berkeliling dengan mengendarai sepeda motor bersama anaknya. 

Ada sekitar 30 olahan ikan bandeng yang ia sebar. Masakan itu dikemas dengan daun pisang, agar ramah lingkungan. Kenapa ikan bandeng? Dia menyebut jenis ikan ini kaya akan gizi yang dibutuhkan untuk menguatkan imun tubuh. "Ekonomi sudah terpuruk begini, setidaknya kita harus tetap sehat," ujar pria asal Desa Bungkulan, Singaraja ini. 
Selain Iwan dan anaknya, aksi serupa sejatinya banyak berlangsung, khususnya di kawasan Denpasar dan Badung. Aksi lainnya, ada beberapa oknumnya menyediakan makanan siap konsumsi bagi yang membutuhkan. Makanan itu dijajakan di pinggir jalan, dan dipersilakan bagi masyarakat yang merasa butuh. Aksi lainnya juga dilakukan sejumlah komunitas.

Misalnya berbagi kebutuhan pokok seperti sayur, tahu dan tempe. Kondisi ini tentu tidak akan berlangsung apabila pandemi tak terjadi. Dengan kondisi ini, kita akan semakin sadar, bahwa selalu ada harapan di tengah masa sulit ini. Semoga, gerakan serupa tetap bergeliat dan tetap bergairah, meski pandemi telah berakhir. (*)
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perekonomian Bali Mengkerut

Bandeng Lezat Ala Warung Digital Sukasari

Awalnya Bukan Penulis